7.23.2008

RYAN

Ryan sudah bikin heboh. Tak cuma seorang Heri. Terkuaklah bahwa korban pembunuhan Ryan bahkan bisa mencapai lebih dari lima orang.

Ryan memang sadis. Dia mengiris, sambil meringis. Tak pernah ada dalam benaknya, membunuh - apalagi sampai memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian - jelaslah sebuah pekerjaan bengis. Pun, membawa dan mengubur potongan mayat korban di sekitar septic tank rumahnya nun di Jombang, pastilah kegiatan tak waras tingkat tinggi.

Jack the Ripper adalah tokoh penting pola pembunuhan seperti yang dilakukan Ryan. Tapi, ihwal siapa sebenarnya Jack the Ripper, hingga kini masih buram. Yang ada cuma para korbannya, yang bertebaran di seantero London. Tak pernah terungkap, siapa sebenarnya Jack the Ripper.

Lalu, ada lagi nama Jeffrey Dahmer. Sebagian orang menjuluki pria kelahiran 1960 di Amerika Serikat ini sebagai titisan Jack the Ripper. Bedanya, Jeffrey tertangkap, dan dihukum mati pada November 1994.

Mari ditelaah sejenak siapa Jefrrey Dahmer. Masa kanak-kanaknya dihabiskan di Ohio. Di kota inilah, Jeffrey mulai menunjukkan gelagat membahayakan: memutilasi hewan yang telah tak bernyawa.

Beranjak remaja, perilaku Jeffrey makin tak karuan. Ia biasa mabuk. Dan, pada masa inilah, orientasi seksualnya berubah: mencintai sesama jenis. Tak jarang, usai mabuk, Jeffrey membawa pasangan sejenisnya ke rumahnya. Dan, amat sering sesudahnya, pasangan kencan sesama jenisnya dibunuh dan dimutilasi. Diduga, sampai Jeffrey dicabut paksa nyawanya melakui hukuman mati, sudah 23 orang menjadi korbannya.

Ryan memiliki kemiripan dengan Jeffrey: sama-sama homoseksual. Tapi, patutkah - atau lebih tepatnya benarkah - seorang homoseksual memiliki kecenderungan menjadi pembunuh dan pemutilasi? Memang belum ada penelitian yang menjurus langsung ke persoalan ini. Kalau pun ada perbandingan kecil-kecilan antara Ryan dan Jeffrey Dahmer, boleh ini ini tidaklah perbandingan yang benar-benar valid.

Soal cemburu yang diduga menjadi latar belakang Ryan, juga tak lantas bisa dihubungkan dengan ke-gay-an Ryan. Sifat posesif bisa jadi dimiliki setiap orang, yang normal maupun yang menyimpang secara seksual. Suami mana yang tak terusik jika istrinya diganggu orang? Begitu pula sebaliknya.

Lantas, apa yang terjadi pada Ryan? Ekstase biasanya bisa dicapai seseorang yang ternyata berhasil lolos ketika pertama kali melakukan kejahatan. Ibarat candu, kejahatan itu akhirnya merasuki benak. Kenikmatan pun didapat. Alhasil, jadilah Ryan seorang pembunuh bertangan dingin.

Fenomena Ryan memang luar biasa. Tapi, sedikit banyak, inilah sebuah gambaran betapa sakitnya bangsa kita. Tingkat stres yang kian tinggi, membuat jalan pintas lebih dicari. Ryan butuh uang untuk membiayai gaya hidupnya yang metropolis. Sulit mencari uang halal, ia pun bersedia meminjam uang, dengan imbalan tubuh atletisnya, kepada pria yang menginginkannya. Tak mampu membayar pinjaman, jalan paling gampang ia tempuh: membunuh, lalu memotong-motong tubuh korban guna menghilangkan jejak.

Boleh jadi, tak sedikit Ryan lain di sekitar kita. Yang lebih gawat adalah, perbuatan sadis Ryan menjadi inspirasi bagi orang lain. Tentunya untuk mengikuti jejak Ryan sebagai pembunuh dan pemutilasi. Kalau sudah begini, makin yakinlah kita bangsa ini butuh obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit kronisnya yang telah menahun.***

No comments: