9.24.2007

Temanku Ucok Berpulang

Minggu malam (16/9), pkl 22.00. Sedang asyik nonton TV di kamar, tiba2 ponselku berdering. Nomor yang terpampang tidak kukenal. Biasanya, kalau yang menelpon nomor yang tidak ada dalam phone book HP-ku, aku malas menjawab. Tapi, kali ini tidak. Aku pencet tombol menjawab. Di seberang, terdengar suara dalam logat Jambi yang kental. Rupanya, yang menelpon bernama Zainal. Dia mengaku sebagai anak buah Ucok, koresponden Trans TV di Jambi. Zainal mengabarkan Ucok masuk rumah sakit, dalam kondisi tidak sadarkan diri.

35 menit kemudian. HPku kembali berdering. Kali ini, karena nama Zainal tadi sudah kumasukkan ke phone book HP, namanya segera muncul. Hatiku berdetak. Dan, benar saja. Dengan terisak, Zainal menyampaikan kabar duka itu: Ucok sudah tiada. Saat itu juga aku segera berniat: esok pagi harus berangkat ke Jambi, menghadiri pemakamannya.

Siapa Ucok? Di atas sudah kujelaskan, dia adalah koresponden Trans TV di Jambi. Tapi, mengapa aku sampai menulis ini? Apa istimewanya seorang Ucok? Gambaran pertama yang perlu kutulis adalah suasana di rumah duka dan di pemakamannya. Ketika solat jenazah, jamaah sampai harus rela untuk solat di luar masjid kecil (saking banyaknya yang ikut solat). Ketika di pemakaman, antrean mobil yang ingin parkir tampak tumpah ruah. Dan, aku percaya, salah satu indikator mulia atau tidaknya seseorang, bisa dilihat dari saat kematiannya. Jika orang yang menyolatkan dan mengantarkan jenazahnya begitu banyak, aku berani menyimpulkan orang ini mulia. Lha, bagaimana kalau dia pejabat - yang jelas korup - tapi tetap saja banyak yang melepas kepergiannya? Jawabannya gampang. Namanya juga pejabat, pastilah banyak yang tetap saja "cari muka" meski dia sudah tiada.

Nah, beda halnya dengan Ucok. Dia bukan siapa-siapa, kecuali seorang koresponden berbadan tambun (o ya, beratnya 145 kg) yang bertugas di Jambi. Namun, jangan salah, di balik ke "bukan siapa-siapaan" nya ini, Ucok ternyata adalah seorang humanis sejati. Seorang pelayat di makam berkisah kepada saya, bahwa Ucok adalah orang yang rela dan ikhlas menolong jamaah calon haji di tempatnya, yang usianya sudah uzur.

Yah, Ucok di mata saya adalah istimewa. Aku mengenalnya sudah lama, sewaktu masa kecilku di Jambi. Dia pernah terjerumus ke dalam dunia hitam (miras dan narkoba). Namun, di ujung hidupnya, Ucok mencoba bertobat. Dia rajin ke musola. Dia berencana naik haji. Bahkan, ketika seorang teman premannya di Jambi mencoba menguji niat Ucok naik haji (sang teman akan membelikan sebuah mobil kijang, asalkan Ucok membatalkan niatnya berhaji), keteguhan hati Ucok tak bisa goyah.

Selamat jalan, teman, sahabat, saudaraku....

No comments: